Kisah Perjuangan Seorang Ibu dan 3 Anak Lari dari Kejaran Tsunami Palu

Lebih dari seribu jiwa melayang dampak bencana yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah akhir September lalu. Namun, di tengah bencana dahsyat tersebut ada warga yang berhasil selamat setelah berjuang hebat dan sekarang telah kembali ke dusun halamannya di Purworejo, Jawa Tengah.
Oktaviani (33), bersama 3 orang anaknya berhasil selamat dari bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018 lalu dan sekarang ia telah kembali ke dusun halamannya di Kelurahan Baledono, RT 01/ RW 09 Kecamatan Purworejo. Ia bersama suaminya Bripka Supandi (35) dan ketiga anaknya, Andini (10), Naswa (7), Nuha (1,8) sudah tinggal di Palu sejak tahun 2006.
Oktaviani menceritakan kisahnya saat diguncang gempa dan dikejar tsunami sampai akhirnya bisa selamat setelah berlari sejauh 20 km bersama ketiga anaknya. Kala itu, suaminya yang seorang polisi tak bersamanya karena masih pergi bertugas.
"Saat itu saya dan teman-teman sedang mengadakan arisan di sebuah Cafe Kartika Talise yang tak jauh dari pantai sekitar jam 5 sore. Teman-teman arisan juga datang membawa anak-anak mereka pula. Tak berapa lama terasa gunjangan gempa bumi. Suasana jadi ribut, saya bersama 3 orang anak saya saling berpegangan. Saya hanya bisa berdoa dan mencoba menenangkan anak-anak saya," kata Oktaviani ketika ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (13/10/2018).
Tak lama kemudian, suara bergemuruh terdengar. Dengan menggendong anaknya yang paling kecil, Oktaviani kemudian berlari keluar kafe bersama kedua anaknya yang lain dan berusaha mencari bantuan karena air laut sudah membasahi kakinya.
"Air sudah mulai naik ke daratan, kami langsung berlari berkejar-kejaran dengan air laut. kemudian kami medapatkan bantuan dengan menumpang salah satu kendaraan bak terbuka. Namun baru berjalan tidak jauh kendaraan berhenti karena jalan terhambat oleh banyaknya tiang dan rumah roboh, akhirnya kami turun dan berlari lagi," lanjutnya.
Ombak susulan datang semakin besar, setelah berlari beruntung ada kendaraan lain melintas sehingga mereka bisa menumpang. Setelah itu ia baru bisa mengirim kabar kepada suaminya jika dirinya dan anak-anak selamat.
"Semua sudah hilang setelah gempa dan tsunami, saya sempat mengabari suami saya mengatakan bahwa anak-anak selamat dan kami janjian untuk bertemu di Petobo di rumah saudara saya. Setelah mobil terakhir berhenti kami kemudian berlari kurang lebih 20 km untuk menuju Petobo. Akhirnya saya dan anak-anak bisa ketemu suami saya, alhamdulillah," tambah Oktaviani.
Oktaviani dan anak-anaknya kemudian mengungsi di tempat pengungsian TNI AU selama 5 hari hingga akhirnya terbang ke Balikpapan menaiki hercules sedangkan suaminya tetap tinggal di Palu untuk bertugas kembali. Dari Balikpapan, mereka terbang ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat komersil hingga akhirnya tiba di kampung halamannya di Purworejo.
Isak tangis keluarga pun pecah menyambut kedatangan anak pertama pasangan Mario (50) dan Suwarti (53) itu. Kekhawatiran keluarga seketika lenyap ketika pelukan kerinduan diantara mereka mengisi ruang tamu yang telah lama menanti.
Sementara itu, Suwarti yang telah mengetahui anak kesangan dan cucu-cucunya bisa kembali dengan selamat mengaku lega dan bersyukur. Semenjak mengetahi kabar bencana alam di Palu dari televisi, ia mengaku tidak tahu kabar dan tidak bisa berkomunikasi lagi dengan Oktaviani.
"Saya hanya bisa melihat berita di televisi dan menunggu kabar dari anak saya yang di Kalimantan yaitu adek dari Oktaviani yang mencari informasi. Alhamdulillah mereka bisa kembali dengan selamat, menantu di sana juga selamat dan masih bertugas. Saya selalu mendoakan agar bencana cepat berakhir dan masyarakat bisa memulai kehidupan baru terutama di Palu dan sekitarnya," tutur Suwarti.
Oktaviani bersama 3 buah hatinya kini tinggal bersama kedua orang tuanya. Meski masih mengalami sedikit trauma, setidaknya mereka bisa merasakan ketenangan dan belum tahu kapan akan kembali lagi ke Palu.
Source : detik.com
Ombak susulan datang semakin besar, setelah berlari beruntung ada kendaraan lain melintas sehingga mereka bisa menumpang. Setelah itu ia baru bisa mengirim kabar kepada suaminya jika dirinya dan anak-anak selamat.
"Semua sudah hilang setelah gempa dan tsunami, saya sempat mengabari suami saya mengatakan bahwa anak-anak selamat dan kami janjian untuk bertemu di Petobo di rumah saudara saya. Setelah mobil terakhir berhenti kami kemudian berlari kurang lebih 20 km untuk menuju Petobo. Akhirnya saya dan anak-anak bisa ketemu suami saya, alhamdulillah," tambah Oktaviani.
Oktaviani dan anak-anaknya kemudian mengungsi di tempat pengungsian TNI AU selama 5 hari hingga akhirnya terbang ke Balikpapan menaiki hercules sedangkan suaminya tetap tinggal di Palu untuk bertugas kembali. Dari Balikpapan, mereka terbang ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat komersil hingga akhirnya tiba di kampung halamannya di Purworejo.
Isak tangis keluarga pun pecah menyambut kedatangan anak pertama pasangan Mario (50) dan Suwarti (53) itu. Kekhawatiran keluarga seketika lenyap ketika pelukan kerinduan diantara mereka mengisi ruang tamu yang telah lama menanti.
Sementara itu, Suwarti yang telah mengetahui anak kesangan dan cucu-cucunya bisa kembali dengan selamat mengaku lega dan bersyukur. Semenjak mengetahi kabar bencana alam di Palu dari televisi, ia mengaku tidak tahu kabar dan tidak bisa berkomunikasi lagi dengan Oktaviani.
"Saya hanya bisa melihat berita di televisi dan menunggu kabar dari anak saya yang di Kalimantan yaitu adek dari Oktaviani yang mencari informasi. Alhamdulillah mereka bisa kembali dengan selamat, menantu di sana juga selamat dan masih bertugas. Saya selalu mendoakan agar bencana cepat berakhir dan masyarakat bisa memulai kehidupan baru terutama di Palu dan sekitarnya," tutur Suwarti.
Oktaviani bersama 3 buah hatinya kini tinggal bersama kedua orang tuanya. Meski masih mengalami sedikit trauma, setidaknya mereka bisa merasakan ketenangan dan belum tahu kapan akan kembali lagi ke Palu.
Source : detik.com
Every year Google releases a slightly tweaked version of Android, and this year also, it has come up with Android Marshmallow, which is being considered the biggest update, released so far by the tech giant. In the meantime, Peach, a newly-launched social network, has already gained the traction of many. Have you ever pondered why this search engine giant keeps changing its old systems, or what's the use of this new social network Peach when there are already so many in the market, like Facebook, Twitter, and Google+? Well, let me quickly acquaint you with the reality behind it. The major motif behind launching the upgraded version of an in-effect product/service is to attract more customers. With each passing day, customers' choices and priorities are getting changed. They envisage for something that can keep them in pace with modernizing world, and also, fulfil their requirement in the most plausible manner. Updating the older systems to a newer one brings more users in. This is one of the top most marketing strategies that every successful business focuses upon. Just to add, a report suggests that bringing smaller-smaller changes to the offerings have a positive impact on human psychology, which can keep them linked to the same product/service for years. This article highlights some of the major benefits that businesses can gain by upgrading their UNIX environment to Linux server environment: Cost Savings: Organizations that have shifted their enterprise applications to a RHEL solution have reportedly achieved huge cost savings as RISC to RHEL migration eliminates hefty hardware, software, and manpower costs. A report suggests that it takes around $200, 000 to replace one million dollar UNIX servers. Convenience: Typically, UNIX systems are large, monolithic servers, whereas x86 based architecture is smaller and easy to manage. On top of it, these servers are resizable and scalable, depending upon specific business demands. Minimum Downtime: Applications that run on Linux servers are less prone to downtime issues when compared to the aforementioned one. Apart from this, RHEL Open Source operating systems are less expensive than proprietary RISC based operating systems, like Solaris, HP, UX, and AIX. It is designed and developed in a way that it can support multiple applications without sacrificing the performance level. RHEL subscription does not include any upfront cost; plus they are not tethered to particular machines. Therefore, it can be used even on test servers, and then, can be effectively migrated to production servers, whenever required. In addition, you can scale up the performance to meet application requirements and cutback cost incurred on software/hardware procurement and maintenance. To conclude, migrating to this easy to use and cost-effective Linux environment not only helps a business to improve the performance of its core enterprise applications, but also in bringing down its total cost of ownership (TCO). Go4Hosting is an outstanding benefactor of web hosting solutions across the globe. Its portfolio of web hosting services is known for its consistency, efficiency, and security. Underpinned with top of the line technology and Tier III data centers, the company helps its clients to thrive in competitive ecosphere. Right from the dedicated server hosting to VPS hosting, all the plans offered by the Go4Hosting are supported by service level agreements and round the clock technical support. Article Source: https://EzineArticles.com/expert/Taiba_Fatima/1507404 Article Source: http://EzineArticles.com/9289596
Comments
Post a Comment